Jatuh Bangun Angga dan Riska Membangun Bolu Lapis Bogor Sangkuriang
Bisnistoday-Anda yang sering datang ke daerah Bogor pasti tidak lengkap rasanya jika tidak membawa buah tangan khas Bogor yakni, Bolu Lapis Bogor Sangkuriang. Kue ini bahkan didapuk sebagai kue khas kota Bogor.
Keberadaan bolu lapis ini memang semakin diterima oleh masyarakat karena rasanya yang lezat serta harga yang pas dengan kantong masyarakat kebanyakan. Hal ini ditandai dengan menjamurnya toko oleh-oleh dimana Bolu Lapis Bogor Sangkuriang ada di dalamnya.
Di tangan dingin pasangan suami istri, Bolu Lapis Bogor Sangkuriang kini menegak kesuksesan dan bahkan menggurita dengan membuat berbagai kue khas daerah tanah air yang lagi-lagi meraih kesuksesan.
Pasangan suami istri tersebut, Anggara Jati dan Riska Wahyu (30) Founder sekaligus Owner Bolu Lapis Bogor Sangkuriang, dimana tujuh tahun lalu tepatnya (2011) mencoba peruntungan di bisnis kue yakni bolu lapis.
“Awalnya kami bingung mau bisnis apa. Modal pun waktu itu juga ga punya, tabungan habis karena sebelumnya 4 bisnis kami bangkrut. Kami juga harus merelakan motor operasional ditarik kembali oleh leasing. Cicilan pembayaran rumah menunggak hingga 4 bulan dan menjual mobil. Tapi kami ga boleh putus asa sampai disini. Kami terus berpikir bagaimana cara untuk tetap mendapatkan uang,” ujar Anggara ditemui saat acara CEO Talk, Jakarta, 24/01/19.
Lanjut Angga begitu dirinya disapa, bermodal keberanian akhirnya kami membuat usaha kue bolu lapis Bogor dengan modal Rp500 ribu rupiah. Waktu itu banyak yang mencemooh dan memandang sebelah mata usahanya.
“Produk bolu lapis itu ditemukan berkat menerapkan prinsip ATM, yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi. Produknya adalah makanan tradisional dibeberapa daerah, tapi dimodifikasi sedemikian rupa. Yang penting ATM, tapi jangan ATP yakni Amati, Tiru, Plek,” ungkap Angga.
Riska Wahyu, sang istri yang selalu mendampinginya juga mengatakan, jika di Surabaya ada lapis Surabaya, kenapa tidak Bogor memiliki bolu lapis? Bermodalkan uang Rp500 ribu, resep lapis dari sang ibu, serta pelataran yang dipinjam dari mertua, dan bereksperimen dengan membuat bolu lapis. Dirinya pun memasukkan content lokal Bogor sebagai bahan bakunya, yakni tepung Talas dimana Bogor terkenal sebagai penghasil talas.
“Awal penjualan bolu lapis tersebut dengan menawarkannya ke tetangga. Dengan modal itu, saya mendapatkan 5 loyang. Saya meminta pendapat dan masukan mereka. Hingga akhirnya mereka justru membantu mempromosikan bolu ini. Berkali-kali saya utak atik adonan hingga akhirnya menemukan formula yang tepat,” ujarnya tersenyum.
Lanjut Riska, pelan-pelan dan dari mulut ke mulut orderan bolu lapis datang. Waktu itu namanya juga belum terpikir Sangkuriang, hingga akhirnya terbesit nama Sangkuriang karena berasal dari Jawa Barat. “Waktu itu kemasannya yang dipakai juga masih sederhana tidak seperti sekarang. Kami memakai kemasan beli jadi di pasar dan menambahi striker,” imbuhnya.
Dengan permintaan bolu lapis Bogor yang semakin banyak, dirinya lantas merekrut karyawan hingga berjumlah 60 orang. “Kami pun sempat kewalahan dengan orderan. Kami bekerja dari pagi hingga ketemu pagi lagi. Hingga pernah kami membatasi pembeli hanya 2 boks saja agar semua kebagian. Di tahun yang sama kami membuka outlet pertama di Jl. Sholeh Iskandar, Bogor dan bertambah membuka outlet di jalan Pajajaran dan Puncak,” imbuh Angga.
Berkat kerja keras nya, bisnis kue yang dijalani Angga dan Riska kini telah mendulang kesuksesan. Dengan modal hanya Rp500 ribu, omzet bisnisnya kini mencapai ratusan miliar per tahun. Serta karyawan yang saat ini berjumlah seribu.
Tidak hanya itu saja, pasangan suami istri ini juga telah membuka brand baru yakni, Bolu Lapis Kukus Pahlawan (Surabaya), Bakpia Kukus Tugu (Jogjakarta), dan Bolu Susu Lembang (Bandung) yang kesemua memakai content lokal untuk bahan bakunya.
Mengikuti Pelatihan Bisnis
Menurut Angga, keberhasilan yang kini diperolehnya tidak terlepas dari peran partner bisnis, yakni sang istri. Menurutnya, dirinya adalah Gas, dan sang istri Rem dalam mengatur bisnisnya. Selain itu, bimbingan sang mentor juga tak lepas dari keberhasilannya.
“Kami mengikuti lembaga pelatihan dan akselerasi bisnis, SBM Pro Indonesia. Disini kami mendapatkan pelatihan manajerial, pembukuan, packing, dan ilmu lainnya,” ungkapnya.
Ditemui di tempat yang sama, Taufan B. Umbara, Presiden SMB ProIndonesia, mengatakan, pelaku UMKM membutuhkan pelatihan dan pendampingan bisnis. Namun dengan keterbatasan biaya biasanya mereka kesulitan mendapatkan akses itu. SBM ProIndonesia dmenyediakan akses pelatihan dan pendampingan bisnis dengan biaya sangat murah. Khusus utk UMKM Indonesia.
“Tahun 2019 kami ingin membantu entrepreneur di 50 kota di Indonesia untuk sama-sama belajar dan sama-sama naik kelas. Melalui pelatihan dan pendampingan bisnis yg kita selenggarakan.
Sampai dengan 2018 SBM ProIdonesia diberikan kesempatan hadir dan membantu ribuan entrepreneur di 30 kota di Indonesia. “Salah satu sumberdaya penting di SBM ProIndonesia adalah keberadaan coach yang siap terjun dan membantu sahabat-sahabat entrepreneur. Saat ini kami memiliki 80 coach dan mentor yg memiliki keahlian dan pengalaman dalam membangun bisnis, tutupnya. Dewi